Summary : “Hermeneutika Gadamer”
Hans-Georg Gadamer dilahirkan di kota Breslau pada 11 Februari
1900. Ketertarikan Gadamer pada filsafat sempat ditentang oleh ayahnya yang berprofesi
sebagai seorang profesor kimia di sebuah universitas. Menurut ayah Gadamer,
filsafat, kesusastraan, dan ilmu-ilmu humaniora pada umumnya bukan merupakan
ilmu pengetahuan yang serius. Akan tetapi, Gadamer tidak mendengar perkataan
ayahnya. Ia berpegang teguh pada pilihannya untuk memperdalam filsafat. Tetapi
sayang, sang ayah yang tidak merestui pilihan sang anak tidak sempat
menyaksikan keberhasilan Gadamer sebagai seorang filsuf, karena sudah meninggal
pada tahun 1928, Setelah Gadamer melewati petualangan filosofis yang panjang dan melelahkan akhirnya Gadamer
meninggal di kota Heidelberg pada 13 Maret 2002 di usia 102 tahun.
Istilah
hermeneutika filosofis (philosophical hermeneutics) dipilih Gadamer untuk
menyebut pemikirannya secara umum, karena dia ingin mengetengahkan sebuah
hermeneutika yang memiliki relevansi ‘filosofis’. Konsekuensinya adalah seluruh
interpretasi, termasuk interpretasi diri, dan seluruh riset di ranah sejarah
filsafat, sesungguhnya adalah filsafat itu sendiri.
Gadamer melakukan beberapa analisa
persiapan (pre conditions) untuk mencapai landasan fundamental-ontologis bagi
hermeneutika filosofis, yaitu: pertama, analisa tentang konsep permainan dengan
kesimpulan bahwa bukan pemain yang memainkan permainan, melainkan permainan
yang memainkan pemain. Kedua, kesadaran diri seorang individu yang mengetahui
makna secara reflektif dan menganggapnya objektif, hanyalah letupan sesaat
dalam sirkuit kehidupan historis yang tertutup. Sebaliknya, hidup menyejarah
sesungguhnya adalah menyadari bahwa pengetahuan tentang diri sendiri itu tidak
akan pernah utuh dan sempurna, sebab berangkat dari dari apa yang secara
historis sudah begitu adanya (pre given), yaitu apa yang disebut Hegel dengan
‘substansi’. Substansi ini adalah basis bagi makna dan sikap subjektif yang
membatasi setiap pemahaman atas tradisi. Ketiga, agar sampai pada titik
peralihan ontologis adalah langkah kembali kepada ‘substansi’, sebagaimana yang
dimaksud Hegel itu. Dengan adanya peralihan ontologis, substansialitas
kehidupan historis akan menemukan validitasnya.
Inti dari hermeneutika Gadamer
adalah keyakinannya bahwa proses memahami (interpretasi) secara ontologis tidak
menemukan dirinya dalam bentuk-bentuk metodis melainkan dalam bentuk
dialektika. Dalam hal ini metode diartikan sebagai struktur yang cenderung
menyederhanakan proses penafsiran, manipulatif, dan stagnan untuk memudahkan
tindakan-tindakan yang ilmiah (claim). Sebaliknya, dialektika justru membuka
ruang bagi kebebasan dalam proses tanya jawab sehingga memungkinkan proses
penemuan kebenaran berlangsung secara kontinyu bagi ilmu-ilmu kemanusiaan
terutama seni dan kesusastraan.
Terkait
dengan bahasa, Gadamer berpendapat bahwa proposisi tidak dapat dianggap sebagai
tanda linguistik yang final melainkan hanya bersifat sementara. Proposisi hanya
menghadirkan terjemahan (interpretasi) yang tak utuh, dan karena itu kita harus
terus terlibat dengan tuturan-tuturan berikutnya agar dapat menangkap seluruh
persoalan yang ada. Kebenaran proposisi bukan terletak di dalam dirinya atau
dalam tanda aksidental dari momen tertentu, akan tetapi di dalam keseluruhan
yang dibukakan oleh proposisi tersebut. Pada dasarnya Gadamer mendebatkan
pembakuan pemikiran filosofis dalam tradisi barat yang mendasarkan kebenaran
teoritisnya pada ‘logika proposisional’, berlawanan dengan tradisi
hermeneuitisnya yang menganggap bahasa menuntaskan dan menyempurnakan dirinya
dalam dialog.
Pada
dasarnya proses interpretasi hermeneutika Gadamer tidak hanya membatasi
interpreter untuk menafsirkan teks ‘sedekat’ mungkin dengan pembuat teks
(merekonstruksi makna) melainkan memberikan keleluasaan untuk menafsirkan teks
itu berdasarkan pengalaman-pengalaman yang dimilikinya (mereproduksi makna).
Pada tataran ini teks dianggap sebagai subjek yang hidup, memungkinkan dirinya
untuk ditafsirkan jauh melewati kehendak penulisnya. Dalam proses penafsiran
terjadi interaksi antara penafsir dengan teks, dimana penafsir mempertimbangkan
konteks historisnya (teks) bersamaan dengan tradisi, kepentingan praktis,
bahasa, maupun budaya si penafsir.
Komentar
Zaman terus
berubah dan berkembang begitu juga dengan dunia hermeneutika, Secara Umum dunia
hermeneutika adalah dunia penafsiran dan
pemahaman yang juga ikut terus berkembang bersama zaman yang melingkupinya,
jika kita sebelumnya telah mengenal hermeneutika Schleiermacher
yang mana beliau juga dikenal sebagai bapak hermeneutika dan yang selanjutnya
adalah Gadamer seorang tokoh hermeneutika generasi selanjutnya yang termasuk pengagum
Schleiermacher dan Dilthey, dan pemikirannya banyak dipengaruhi oleh
Schleiermacher dan Dilthey, tetapi juga Gadamer
banyak memberikan kritik terhadap pemikiran dua tokoh romantik ini. Gadamer
keberatan dengan pendapat Schleiermacher dan Dilthey yang menerangkan bahwa
hermeneutik bertugas menemukan makna asli sebuah teks. Menurut Gadamer,
interpretasi tidak sama dengan mengambil suatu teks lalu mencari makna yang
dikehendaki oleh pengarang teks tersebut. Bagi Gadamer, arti suatu teks tetap
terbuka dan tidak terbatas pada maksud pengarang teks tersebut. Karena itu,
interpretasi tidak bersifat reproduktif belaka, tetapi juga produktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar