Teori dan Metodologi Sanad dalam Perspektif al-Hakim
dalam Kitab Ma’rifah ‘Ulum al-Hadis
Oleh Baihaki
A.
Pendahuluan
Hadis adalah sumber kedua setelah
al-Qur’an. Sebagai sumber kedua, hadis tidaklah sama dengan al-Qur’an, baik
pada tingkat kepastian teks (qathi al-wurud) maupun pada taraf kepastian argumen (qathi al-dalalah).
Hal ini dikarenakan pada fakta dengan tidak ada jaminan otentik yang secara
eksplisit menjamin kepastian teks, sebagaimana yang dimiliki al-Qur’an. Tidak
adanya jaminan otentisitas teks ini kemudian memaksa disiplin ilmu ini, melalui
para pengkajinya untuk bersusahpayah merumuskan secara swadaya (tanpa campur
tangan Tuhan) konsep yang bisa menjamin akan otentisitasnya. Sebab tanpa
jaminan otentisitas, maka isi dan muatan hadis, bagaimanapun bagus dan
solutifnya, tetap tidak dianggap eksistensinya (sebagai teks hadis).[1]
Demi mewujudkan hal ini, kemudian
para pengkaji ilmu hadis berusaha merumuskan sejumlah disiplin ilmu tentang
ulumul hadis yang berkompoten menilai hadis baik dari segi sanadnya, matannya
maupun perawinya. Salah satunya adalah sebuah karya yang dihasilkan oleh
seorang pakar hadis yang muncul ke permukaan pada abad 4 H, yaitu al-Hakim
al-Naisaburi atau yang dikenal sebagai Ibn al-Bayyi’ dalam kitabnya yang
berjudul “Ma’rifah ‘Ulum al-Hadis”.
Dalam kitab ini beliau membagi jumlah cabang ilmu hadis menjadi 52 cabang ilmu,
yang meliputi pembahasan tentang sanad, matan, sanad matan, perawi, derajat
hadis dan hal ihwal periwayatan. Adapun fokus kajian yang akan penulis bahas
pada bagian ini adalah tentang teori dan metodologi sanad berdasarkan
perspektif al-Hakim dalam kitabnya tersebut.
B.
Sekilas Biografi al-Hakim al-Naisaburi
1.
Nama,
nasab dan kurun hidupnya
Al-Hakim yang mempunyai nama lengkap Abu ‘Abdullah
Muhammad bin 'Abdullah bin Muhammad ibn Hamdawaih bin Nu’aim al-Dabbi al-Tahmani
al-Naisaburi atau yang lebih dikenal sebagai Abu ‘Abdullah al-Hakim al-Naisaburi
atau Ibn al-Bayyi’.Lahir pada waktu pagi hari di Naisabur pada tanggal 3
Rabi’ul Awal 321 H.[2]
Ayah al-hakim,
Abdullah bin Hammad bin Hamdun adalah seorang pejuang yang dermawan dan ahli
ibadah yang sangat loyal terhadap penguasa bani Saman yang menguasai daerah
Samaniyyah. Dalam catatan sejarah daerah Samaniyah pada abad ke 3 telah
melahirkan para ahli hadits ternama.[3]
Di tempat inilah al-Hakim dilahirkan dan dibesarkan. Kondisi sosiokultural ini yang mempengaruhi al-Hakim
sebagai seorang pakar hadits abad 4 H.[4]
Al-Hakim al-Naisaburi menuntut ilmu dimulai semenjak
masih kecil dibawah bimbingan dan pengawasan dari paman dan ayahnya sendiri. Baru
pada usia 13 tahun (334), secara spesifik berguru kepada ahli hadis Abu Hatim
Ibnu Hibban dan ulama-ulama yang lainnya. Al-Hakim melakukan pengembaraan
ilmiah ke berbagai wilayah, seperti Iraq, Khurasan, Transoxiana, dan Hijaz.
Kehadiaran al-Hakim di tempat itu untuk dapat berguru langsung dengan para ahli
hadis yang ada, agar sanad Hadis yang diterimanya memiliki nilai sanad yang ‘ali (unggul). Selama kurang lebih 84
tahun perjalanan hidupnya, al-Hakim telah memberikan kontribusi yang besar
dalam bidang hadis namun pada bulan Safar 405 H. Al-Hakim menghembuskan nafas
terakhirnya mengahadap sang pencipta.[5]
2.
Guru-guru al-Hakim
Adapun para guru Abu Abdullah Al-Hakim al-Naisaburi
sendiri jumlahnya mencapai 1000 orang lebih. Diantara guru-gurunya tersebut adalah
sebagai berikut:
a.
Muhammad bin Ya’qub al-‘A’sam
b.
Muhammad bin Ali Al-Muzakkir
c.
Al-Daruqutni
d.
Ibnu Hibban
e.
Al-Hasan bin Ya’qub Al-Bukhari
f.
Abu Ali Al-Naisaburi
3. Murid-murid
al-Hakim
Banyak sekali murid yang dimiliki oleh al-hakim, di antara murid-murid al-Hakim yang pernah meriwayatkan hadis darinya adalah :
a.
Abu Al-Falah bin Ubay bin al-Fawari
b.
Abu al-A’la al-Wasiti
c.
Muhammad bin Ahmad bin Ya’qub
d.
Abu Zarr al-Hirawi
e.
Abu Ya’la al-Khalili
f.
Abu Bakar al- Baihaqi
4. Karya-karya al- Hakim
Seperti yang telah
dipaparkan sebelumnya, al- Hakim adalah salah satu intelektual muslim yang
hidup pada abad 4 H. Beliau termasuk ulama yang memegang komitmen keilmuannya. Di antara kitab-kitab yang pernah di tulis
al-Hakim adalah:
a.
Ma’rifah‘ulum
al-hadis
b.
Fadail
al-Imam al-Syafi’i
c.
Fadail
al-Syuyukh
d.
Al-‘Ilal
e.
Tarikh
‘Ulama al-Naisabur
f.
Al-Madkhalila
‘Ilm al-Sahih
g.
Al-Madkalila al-Iklil,
C.
Sekilas tentang Kitab Ma’rifah
‘Ulum al-Hadis
Kitab Ma’rifah ‘Ulum al-Hadis adalah sebuah
kitab ulumulhadis yang dikarang oleh al-Hakim al-Naisaburi yang membagi jumlah
cabang ilmu hadis menjadi 52 cabang ilmu, yang meliputi pembahasan tentang
sanad, matan, sanad matan, perawi, derajat hadis dan hal ihwal periwayatan.[9]Adapun
fokus kajian yang akan penulis bahas pada bagian ini adalah tentang teori dan
metodologi sanad yang dipaparkan al-Hakim dalam kitabnya tersebut.
Berdasarkan pengamatan penulis setidaknya terdapat 12 cabang ilmu tentang sanad yang al-Hakim paparkan dalam kitabnya ini, kedua belas cabang ilmu tersebut adalah sebagaimana berikut:
a.
‘Ali al-Isnad.
b.
Al-‘Ilmu bi
al-Nazil.
c.
Al-Masanid min
al-Asanid.
d.
Al-Mauquf min
al-Riwayat
e.
Al-Asanid
allati la yadzkuru sanadaha min Rasulillah Saw.
f.
Al-Mursal
al-mukhtalif fii al-ihtijaji biha.
g.
Al-Munqati’ min
al-Hadis.
h.
Al-Musalsal min
Al-Asanid.
i.
Al-Ahadisu
al-Mu’an’anah.
j.
Al-Mu’dal min
al-Riwaayaati.
k.
Al-Mudallisiin.
l.
Tashiifatu
al-Muhaddisiina fi al-Asanid.
Untuk menjelaskan
lebih lanjut beberapa istilah teori di atas penulis akan membahasnya pada bagian
selanjutnya.
D.
Teori dan
Metodologi Sanad dalam Perspektif al-Hakim dalam Kitab Ma’rifah ‘Ulum al-Hadis
Sebagaimana
disebutkan di atas bahwa cabang-cabang ilmu tentang sanad yang disebutkan
al-Hakim dalam kitabnya ini kurang lebih terdapat 12 cabang ilmu dalam 52
cabang ilmu-ilmu hadis yang al-Hakim sebutkan. Untuk mengekstrak contoh teori
dan metodologi yang dijelaskan al-Hakim dalam kitabnya penulis mengambil beberapa
cabang ilmu tentang sanad mengenai pembahasan tentang Isnad ‘ali, Al-‘Ilmu
bi al-Nazil. Al-Masanid min al-Asanid.Al-Mauquf min al-Riwayat,dan Al-Asanid
allati la yadzkuru sanadaha min Rasulillah Saw.sebagaimana berikut di bawah ini:
1.
‘Ali al-Isnad.
Al-Hakim dalam
kitabnya tidak secara langsung mendefinisikan tentang sanad ‘ali
tersebut. Menurut penjelasan Ajaj al-Khatib sanad ‘ali adalah sanad yang
memiliki jumlah perawinya lebih sedikit untuk sampai kepada Rasulullah
dibanding dengan perawinya yang lebih banyak. [10]
tradisi mencari sanad ‘ali ini sebenarnya
sudah dimulai pada zaman sahabat.[11]
Al-Hakim
menyatakan bahwa hukum mencari sanad ‘ali adalah sunnah shahihah.
Ia mendasarkan pendapat ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Muslim:
نُهِينَا أَنْ نَسْأَلَ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ شَيْءٍ فَكَانَ يُعْجِبُنَا أَنْ
يَجِيءَ الرَّجُلُ مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ الْعَاقِلُ فَيَسْأَلَهُ وَنَحْنُ
نَسْمَعُ فَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَتَانَا
رَسُولُكَ فَزَعَمَ لَنَا أَنَّكَ تَزْعُمُ أَنَّ اللَّهَ أَرْسَلَكَ قَالَ صَدَقَ
Kami tercegah untuk bertanya kepada Rasulullah
Saw. tentang sesuatu, kemudian kami terkejut dengan kedatangan seseorang Arab
badui dan bertanya kepada Rasulllah kemudian kami mendengarkan. Arab badui
berkata wahai Muhammad telah datang kepada kami utusanmu yang mengatakan bahwa
engkau adalah utusan Allah. Rasulullah menjawab, dia itu benar.
Hadis
ini merupakan dalil kebolehan atau anjuran mencari al-‘ulu min al-isnad
dan tidak mengunakan sanad najil meskipun seorang periwayat mendengar
dari perawi yang tsiqah. Hal ini sebagaimana kejadian Arab badui di atas
yangtidak hanya puas dengan kabar dari utusan Rasul tersebut, tetapi langsung
datang bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang kebenaran berita itu.
Menurut
al-Hakim untuk mengetahui tulak ukur hadis sanad‘ali tidaklah seperti
kebanyakan orang awam yang menghitungnya hanya berdasarkan bilangan sanad yang
didapati berdekatan dengan Rasulullah Saw. dengan demikian bisa jadi jumlah
perawi sedikit tapi najil dan jumlah dengan perawi yang banyak tetapi ‘ali.
Sebagaimana contoh berikut ini al-Hakim mencontohkan jumlah perawi yang sedikit
namun najil.
حدثناه جماعة من شيوخنا عن أبى الدنيا واسمه
عثمان بن الخطاب بن عبد الله المغربى عن على بن أبى طالب رضى الله عنه
Sebagian ulama menyebutkan bahwa abi al-dunya pernah
berkhidmat kepada amirul mukminin, al-Hakim mengatakan dia pernah menghadiri
majlis abi ja’far muhammad bin ‘ubaidillah al-‘uluwi di kufah ketika itu masuk
seorang syaikh berkulit hitam dan berambut putih dan berkata kepada semua orang
yang menghadiri majlis tersebut apakah kalian tahu siapakah dia (abu al-Dunya),
[12]
kami menjawab: tidak, syeikh tersebut berkata: nama Abi al-dunya al-magribi
tersebut di nisbahkan kepada mantan budak amirul mukminin. Dengan jarak empat
generasi.
2.
Al-‘Ilmu bi
al-Nazil.
Al-Hakim menyanggah
pendapat bahwa dengan mengetahui sanad ‘ali akan dapat diketahui sanad nazil,
ini karena menurutnya sanad nazil memiliki beberapa tingkatan yang hanya
diketahui oleh para ahli hadis.
حَدَّثَنِي
مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ قَالَا
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي
أَيُّوبَ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو هَانِئٍ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ مُسْلِمِ بْنِ
يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ سَيَكُونُ فِي آخِرِ
أُمَّتِي أُنَاسٌ يُحَدِّثُونَكُمْ مَا لَمْ تَسْمَعُوا أَنْتُمْ
وَلَا آبَاؤُكُمْ فَإِيَّاكُمْ وَإِيَّاهُمْ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
‘Abdillah bin Numair dan Zuhair bin Harbin berkata telah menceritakan kepada
kami ‘Abdullah bin yazid berkata telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Abi
Ayub berkata telah menceritakan kepada kami abu Hani dari ‘Usman Muslim bin
Yasar dari Abi Hurairah dari Rasulullah Saw bahwasanya beliau bersabda: kelak
di akhir zaman akan datang kepada umatku segolongan orang yang akan membicarakan
kepadamu sesuatu yang kamu dan bapak-bapakmu belum pernah mendengar sebelumnya,
hati-hati jauhilah mereka.
Salah satu
bentuk sanad nazil adalah ialah
jumlah perawi sama tetapi salah satunya memiliki nilai lebih tinggi dibanding
yang lainnya,maka cara menentukan yang lebih tinggi adalah dengan menetukan
syaikh yang lebih dulu meninggal. Salah satu faktor pembantu untuk mengetahui najil
adalah hendaknya para talib al-hadis melihat usia syaikh yang diriwayatkannya, maka
siapa yang paling dekat usianya itulah yang lebih tinggi derajatnya.
3.
Al-Masanid min
al-Asanid.
Ilmu tentang
mengetahui musnad-musnad dari hadis-hadis merupakan salah satu cabang
ilmu yang sangat penting. Hal inidikarenakan perbedaan ulama tentang kehujjahan
hadis yang bukan musnad. Yang dimaksud dengan hadis musnad adalah
seorang muhaddis meriwayatkan dari seorang guru dengan sima’ yang jelas,
demikian seterusnya hingga sampai kepada Rasulullah Saw. contohnya sebagaimana
berikut:
حدثناهأبو
عمرو عثمان بن أحمد بن عبد الله الدقاق ببغداد ، ثنا الحسن بن مكرم البزاز ، ثنا
عثمان بن عمر ، نا يونس ، عن الزهري ، عن عبد الله بن كعب بن مالك ، عن أبيه ، أنه
تقاضى ابن أبي حدرد دينا كان له عليه في المسجد ، فارتفعت أصواتهما حتى سمعه رسول
الله صلى الله عليه وسلم فخرج حتى كشف ستر حجرته ، فقال : « يا كعب ضع (1) من دينك
هذا » وأشار إليه أي الشطر « قال : نعم . فقضاه
Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Amru ‘Usman bin Ahmad
bin ‘Abdullah al-Diqaqi Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Hasan bin
mukrim al-Bazazi, telah menceritakan kepada kami ‘Usman bin ‘Umar, telah
menceritakan kepada kami Yunus dari Zahri dari ‘Abdullah bin Ka’ab bin Malik
dari ayahnya, bahwasanya suatu ketika di mesjid dia berperkara denganIbn Ubay
terkait hutang yang ia miliki. Sehingga keduanya bersuara lantang dan terdengar
oleh Rasulullah Saw. kemudian beliau keluar sehingga penutup ruangan beliau
tersingkap dan berkata: wahai Ka’ab tinggalkanlah hutangmu ini, Rasulullah Saw.
mengisayaratkan untuk membyar separuh hutangnya. Ka’ab berkata: baik ya Rasul
kemudian beliau membayarnya.
4.
Al-Mauquf min
al-Riwayat
Hadis mauquf
adalah hadis yang sanadnya terhenti kepada Sahabat dan tidak sampai kepada
Rasul. Contohnya sebagaimana berikut:
َنَا الزُّبَيْرُ بْنُ عَبْدِ الْوَاحِدِ
الْحَافِظُ ، بِأَسَدِ آبَادَ ،
ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ
الزِّئْبَقِيُّ ، ثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى الْمُقْرِئُ ، ثَنَا الْأَصْمَعِيُّ ، ثَنَا كَيْسَانُ مَوْلَى هِشَامِ بْنِ حَسَّانٍ ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
سِيرِينَ ، عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ
شُعْبَةَ ، قَالَ : " كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَعُونَ
بَابَهُ بِالْأَظَافِيرِ
Telah menceritakan kepada
kami Zubair bin ‘Abdul Wahid al-Hafidz Ba’sadabazd, telah menceritakan kepada
kami Muhammad bin Ahmad al-Zaibaqi, telah menceritakan kepada kami Zakariya bin
Yahya al-Munqari telah menceritakan kepada kami al-‘Ashma’i telah menceritakan
kepada kami Kaisan bekas budak Hisyam bin Hasan dari Muhammad bin Siirin dari
Mugirah bin Syu’bah berkata: adalah Shahabat Rasulullah Saw. mengetuk pintu
Rasulullah Saw. dengan kuku-kuku mereka.
Menurut al-Hakim hadis di atas banyak dipahami orang
sebagai hadis Musnad oleh orang yang tidak memiliki kedalam ilmu, padahal hadis di atas adalah hadis mauquf yang
terhenti kepada Shahabat yang saling meriwayatkan antara satu dengan yang lain.[13]
5.
Al-Asanid
allati la yadzkuru sanadaha min Rasulillah Saw.
Hadis yang
sanadnya tidak disebutkan berasal dari Rasulullah Saw. pembahasan ini merupakan
pembahasan yang mempunyai sekala besar dalam penyebutan sanad-sanad dalam
ulumul hadis, di antara jenis lain dari hadis musnad adalah jika dalam hadis
terdapat perkataan sahabat yang dikenal persahabatannya dengan Rasulullah seperti
redaksi yang memuat kata-kata:“أمرنا أن نفعل كذاdan
نهينا عن كذا وكذا
dan كنا نؤمر بكذا dan كنا ننهى عن كذا” dan lain-lain sebagainya.
E.
Kesimpulan
Al-Hakim adalah seorang pakar hadis
yang muncul kepermukaan pada abad
4 H, nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdullah Muhammad bin 'Abdullah bin Muhammad ibn
Hamdawaih bin Nu’aim al-Dabbi al-Tahmani al-Naisaburi atau yang lebih dikenal
sebagai Abu ‘Abdullah al-Hakim al-Naisaburi atau Ibn al-Bayyi’.Banyak karya yang
dihasilkannya salah satunya adalah kitab
yang berjudul “Ma’rifah ‘Ulum al-Hadis”. Dalam kitab ini beliau membagi jumlah cabang ilmu hadis menjadi
52 cabang ilmu, yang meliputi pembahasan tentang sanad, matan, sanad matan,
perawi, derajat hadis dan hal ihwal periwayatan.
Dari 52 cabang ilmu yang al-hakim jelaskan terdapat
kurang lebih 12 cabangilmu yang membicarakan tentang sanad yaitu: ‘Ali al-Isnad, Al-‘Ilmu
bi al-Nazil, Al-Masanid min al-Asanid, Al-Mauquf min al-RiwayatAl-Asanid allati
la yadzkurusanadaha min Rasulillah Saw, Al-Mursal al-mukhtalif fii al-ihtijaji
biha, Al-Munqati’ min al-Hadis, Al-Musalsal min Al-Asanid, Al-Ahadisu
al-Mu’an’anah, Al-Mu’dalmin al-Riwaayaati, Al-Mudallisiin, Tashiifatu
al-Muhaddisiina fi al-Asanid.
Dari kedua belas
cabang ilmu tentang sanad tersebut, penulis meneliti hanya sebagiannya, yaitu mengenai
teori tentang‘Ali al-Isnad Menurut al-Hakim untuk mengetahui tulak ukur hadis sanad ‘ali
tidaklah seperti kebanyakan orang yang menghitungnya hanya berdasarkan bilangan
sanad yang didapati berdekatan dengan Rasulullah Saw. tetapi bisa jadi jumlah
perawi sedikit tapi najil dan jumlah dengan perawi yang banyak tetapi ‘ali.
Al-‘Ilmu bi
al-Nazil menurut al-Hakim tidak serta merta
bahwa dengan mengetahui sanad ‘ali akan dapat diketahui sanad nazil,
ini karena menurutnya sanad nazil memiliki beberapa tingkatan yang hanya
diketahui oleh para ahli hadis. Al-Masanid min al-Asanid, menurut
al-Hakim yang dimaksud dengan hadis musnad adalah seorang muhaddis
meriwayatkan dari seorang guru dengan sima’ yang jelas, demikian
seterusnya hinggasampaikepadaRasulullah Saw (marfu’). Al-Mauquf min
al-RiwayatHadis mauquf adalah hadis yang sanadnya terhenti kepada Sahabat
dan tidak sampai kepada Rasul. Al-Asanid allati la yadzkuru sanadaha min Rasulillah SawHadis yang
sanadnya tidak disebutkan berasal dari Rasulullah Saw.
DAFTAR PUSTAKA
Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis
(Versi Muhaddisin dan Fuqaha),
Yogyakarta: Teras. 2004
Khatib
al, M. Ajaj,Ushul al-Hadis.
Beirut: Dar al-fikr, t.th.
Naisaburial-,Al-hakim,Ma’rifah ‘ulum
al-Hadis.
Qairo: Maktabah al-Mutanabbi, t.th.
Najwah,Nurun, “Al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain al-Hakim”, dalam M.
Alfatih Suryadilaga (ed), Studi Kitab Hadis, Yogyakarta: Teras, 2009.
[1]
Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis (Versi Muhaddisin dan Fuqaha), (Yogyakarta:
Teras, 2004), hlm. V.
[2]Al-Hakim al-Naisaburi, Ma’rifah ‘ulum
al-Hadis,(Qairo: Maktabah al-Mutanabbi, t.th), hlm. ج
[3] Diantara ulama terkenal itu ialah Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Abu Daud,
al-Tirmidzi, al-Nasa'I, dan ibn Majah.
[4]Nurun Najwah, “Al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain al-Hakim”, dalam M. Alfatih
Suryadilaga (ed), Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: Teras,
2009), hlm. 240.
[5]Nurun Najwah, “Al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain al-Hakim”... hlm. 241.
[6]Nurun Najwah, “Al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain al-Hakim”... hlm. 241-242
.
[7]Nurun Najwah, “Al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain al-Hakim”... hlm. 242.
[8]Nurun Najwah, “Al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain al-Hakim”... hlm. 243.
[9]Al-hakim al-Naisaburi, Ma’rifah ‘ulum
al-Hadis, (Qairo: Maktabah al-Mutanabbi, t.th), hlm.
263-266.
[13]Al-hakim al-Naisaburi, Ma’rifah ‘ulum
al-Hadis...hlm. 19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar